Kompensasi Belum Dibayarkan, PT FBS Diduga Serobot Lahan Warga di Kolaka Utara

Sultrapediacom – PT Fatwa Bumi Sejahtera (FBS) diduga telah melakukan penyerobotan lahan milik warga Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut).

Rustam, salah satu pemilik lahan mengaku tidak terima lahannya yang sudah diolah dan ditanami tanaman jangka panjang selama bertahum-tahun, tiba-tiba diserobot oleh perusahaan.

“Saya sudah berkebun menanam cengkeh disini sebelum adanya PT FBS, sejak 2016 awal saya olah. Saya menanam 2017, ada sekitar 700-an tanaman cengkeh dari total 20 Hektar itu tanah rumpun kami,” ungkap dia saat dihubungi awak media ini, Selasa (30/5/2023).

Dia mengaku diantara pemilik lahan, terisa dirinya dan satu orang lainnya yang belum mendapat bayaran atau kompensasi dari perusahaan. Menurut dia, pihak PT FBS sudah pernah menawarkan kompensasi.

Namun, lanjut dia, perusahaan tersebut tidak menyanggupi permintaannya. Dimana tawaran dari perusahaan senilai Rp80 juta per hektar. Sementara warga meminta Rp180 juta per hektar.

“Kalau disini tinggal kami berdua yang belum dibayarkan kompensasi salah satunya saya, dan untuk saya belum menerima apapun sama sekali, yang ada lahan saya sudah digaruk sebanyak 4 kali, awalnya di 13 September 2022, November 2022, 23 Mei 2023, dan tadi lagi 29 Mei 2023,” jelasnya.

BACA JUGA :  Proses Hukum Kasus Ilegal Mining, Dua Tersangka Pengurus PT AG Dipertanyakan

Ironinya lagi, tambah dia, perusahaan nikel itu kerap melaporkan dirinya atas dugaan menghalang-halangi aktivitas perusahaan. Sementara lahan yang duduki merupakan lahan warga yang belum dibeli atau dibayar perusahaan.

Padahal pihaknya beberapa kali memberi ruang atau mengizinkan untuk melakukan boring di lokasi miliknya. Yang mana saat itu memang mereka meminta izin. Namun pihaknya tidak pernah meminta ganti rugi, meskipun beberapa tanaman pemilik lahan dirusaki.

“Mereka seperti arogan mau merebut lahan kami tanpa memperdulikan tanaman kami yang ada di lokasi tersebut, mereka beraktivitas membuat jalan di lokasi kami dan menuduh kami melakukan tindakan menghalangi kegiatan mereka untuk membuat jalan, padahal lahan itu adalah lahan kebun kami, dimana letak keadilan di negeri ini untuk masyarakat kecil seperti kami yang hanya mempunyai sedikit lahan untuk berkebun di negeri ini. Padahal lahan itu, tanah rumpun kami,” tegasnya.

BACA JUGA :  Diduga Rusak Lingkungan dan Cemari Sungai Lalindu, Gakkum KLHK Diminta Periksa PT KKU

Sementara itu, Ketua Jaringan Lingkungan Hidup Indonesia, Muhammad Anugrah Panji S, mengatakan bahwa pihak terkait mesti mengambil langkah pencegahan dengan memediasi kedua belah pihak sebelum terjadi konflik.

“Pihak berwajib yang memiliki kewenangan mesti turun tangan sebelum terjadi konflik seperti kejadian-kejadian sebelumnya di Sultra konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat pemilik lahan,” jelas Oscar sapaan akrabnya.

Ia juga berharap semoga ada jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak.

“Semoga jika terjadi mediasi nanti mediator betul-betul berada ditengah tidak berpihak ke salah satu pihak, berkaca pada kasus-kasus sebelumnya di Sultra, biasanya berpihak ke pihak perusahaan dan semoga ini tidak terjadi lagi di kasus ini,” harap Alumni Hukum UHO.