HUKUM  

Bertemu Pimpinan PT OSS dan PT VDNI yang Berstatus Tergugat, Ketua PN Unaaha Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Sultrapedia.com – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Kabupaten Konawe, Dian Kurniawati, dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI pada Selasa, 13 Februari 2024 lalu.

Dian Kurniawati dilaporkan oleh Tim Hukum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama, tentang adanya pertemuan Ketua PN Unaaha tersebut bersama petinggi perusahaan smelter nikel PT Virtue Dragon Nickle Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS).

Perihal laporan ke KY dan Badan Pengawas MARI ini juga sudah diberitahukan kepada Panitera PN Unaaha.

Sebabnya, kedua perusahaan tersebut berstatus sebagai tergugat pada perkara perdata nomor 18/PDT.G/2023/PN UNH yang saat ini sedang menunggu keputusan Majelis Hakim.

Tim Hukum DPP KNPI yang berkumpul di bawah naungan Kantor Pengacara Parlin Timbul dan Associates mempunyai alasan kuat atas keberatan dan pengaduan ini karena mereka adalah kuasa hukum penggugat pada nomor perkara tersebut, mewakili 36 anggota PEPABRI dan anak/cucunya yang menggugat OSS dan VDNI sebesar Rp. 108.000.000.000, untuk 72 hektar tanah milik mereka.

Pertemuan Jumat tanggal 26 Januari 2024 di PN Unaaha yang melanggar etik tersebut di ungkap ke publik/pers oleh Kabid PTKP Badko HMI Sultra, Muh Andriansyah Husen alias Bung Binggo, sebagai aktivis muda di SULTRA yang sangat peduli atas persoalan tanah masyarakat dengan pabrik smelter nikel.

Ryan Hamzah, salah satu kuasa hukum penggugat mengatakan bahwa ia sangat mengenali salah satu wajah difoto yang ada di berita-berita yang beredar adalah anggota Majelis Hakim pemeriksa perkara 18/Pdt.G/2023.

“Saya mengikuti sidang beberapa kali di Konawe, dan saya yakin sekali bahwa Hakim Anggota Ikhsan Ismail, S.H adalah pria yang berkaus ungu muda. Bisa saja orang itu bukan beliau, tapi saya sangat yakin itu seorang hakim anggota. Bagaimana mungkin ada keadilan ketika hakim anggota bertemu dengan tergugat ? Ini membuat kami pesimis atas bentuk putusan gugatan kami, semoga dua hakim lainnya tetap amanah,”kata Ryan dengan wajah kecewa.

Disebutkannya, pertemuan tersebut melanggar SEMA No 3 tahun 2010 dan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisia RI No 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.

BACA JUGA :  Eks Kepala Sekolah SMA di Konawe Menjadi Tersangka Atas Kasus Tindak Pidana Korupsi

Di hubungi terpisah, Koordinator pemilik lahan atau para penggugat, Andi Muliadi, juga mengatakan hal yang sama bahwa hakim anggota Ikhsan Ismail, SH, ada di pertemuan itu.

“Beliau yang berbaju kaus kerah ungu di foto yang ada diberita-berita itu, yang belakangnya ada tulisan Justice in our heart. Saya sangat mengenali wajahnya karena saya tidak pernah absen dalam setiap persidangan sejak awal hingga akhir. Sekarang kami khawatir ini putusan majelis seperti apa kepada gugatan kami,” katanya

Untuk itu, menurutnya sangat disesalkan anggota Majelis Hakim bertemu pihak berperkara, apalagi ini bertemu dengan petinggi VDNI dan OSS yang diterima.

“Kalau mata saya salah, saya mau bertemu dengan orang yang baju ungu itu. Wajar saya menduka kedatangan mereka ini karena di pemeriksaan pengadilan mereka tidak bisa menunjukkan alas hak mereka,” jelas Andi.

Haris Pertama, Ketua Umum DPP KNPI memerintahkan tim hukum yang terlibat agar melaporkan bukan hanya ke Komisi Yudisial tapi juga ke Badan Pengawas Mahkamah Agung.

Haris menyampaikan bahwa masalah tanah yang dihadapi oleh Virtue Dragon dan OSS sangat banyak sekali, dan untuk itu memerlukan hakim-hakim yang menjunjung tinggi integritasnya, bukan malah bertemu dengan pimpinan dari smelter raksasa.

“Saya sudah perintahkan untuk dilaporkan juga ke MA. Bagaimana mungkin Ketua PN dan apalagi hakim anggota majelis pemeriksa perkara bertemu dengan tergugat. Ini ada apa? Apa ini sebabnya masyarakat kalah terus?,” tanya Haris

Sebagaimana diketahui dari sidang terbuka untuk umum itu, saat ini PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan PT Virtue Dragon Nickle Industry (VDNI) digugat oleh 36 pemilik tanah yang mengklaim kepemilikan tanah berdasarkan Surat Izin Pengolahan Tanah yang diberikan oleh negara pada tahun 1995.

Dalam persidangan, saksi kunci yaitu camat yang menerbitkan SIPT tersebut, Drs. H. Muh. Nur Sinapoi yang saat ini merupakan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, bersaksi dan menyatakan SIPT yang dimiliki oleh 36 purnawirawan TNI POLRI tersebut, adalah asli sesuai yang ia tanda tangani.

Disatu sisi, sepanjang persidangan pihak tergugat OSS dan VDNI tidak menunjukkan alas hak atas tanah yang mereka kuasai saat ini.

BACA JUGA :  Laporan Penyerobotan Lahan Warga Konsel Oleh PT Merbau Tak Ada Kejelasan Dari Kanwil BPN Sultra

Saat sidang pemeriksaan setempat, terlihat hadir Nanung Achmad Chairillah Widjan yang memimpin pembebasan lahan pabrik smelter OSS. Namun, Nanung tidak menjadi saksi dari Tergugat. Majelis Hakim saat ini sedang membuat keputusan atas kasus ini, dan direncanakan akan diumumkan pada Kamis, tanggal 15 Februari 2024.

“Namun, ternyata saat di cek di Kamis sore pada situs SIPP PN Unaaha, Majelis Hakim menunda putusan ke tanggal 29 Februari 2024. Apakah penundaan putusan ini karena viralnya pertemuan Ketua PN dan Anggota Majelis Hakim pemeriksa perkara, belum diketahui alasan pastinya,” bebernya

Arief Parhusip, Koordinator tim hukum DPP KNPI untuk advokasi tanah PEPABRI Konawe menyampaikan bahwa baik VDNI dan OSS selalu tidak mau menunjukkan alas hak mereka walau sudah ditanya dengan surat resmi, kemudian di forum mediasi oleh negara di kantor BPN Konawe yang undangannya jelas meminta membawa alas hak, juga tidak mau ditunjukkan.

Selanjutnya saat perintah hakim mediasi di PN Unaaha, juga diacuhkan oleh OSS/VDNI. Dan ternyata di persidangan, lanjut Arief, OSS dan VDNI sama sekali tidak bisa menunjukkan alas haknya saat pemeriksaan pokok perkara yang juga melakukan Pemeriksaan Setempat didalam area pabrik OSS.

“Bahkan, saksipun gagal dihadirkan oleh OSS, yang patut diduga para saksi takut untuk bersaksi dibawah sumpah”, tambah Arief.

“Saat mendengar bahwa pejabat OSS dan VDNI berkunjung ke PN Unaaha yang diterima oleh Ketua PN langsung, dan lebih parah lagi ada hakim anggota yang memeriksa perkara kami dalam pertemuan tersebut, maka kami langsung lemas karena independensi hakim tentunya sangat diragukan dan majelis hakim telah melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku bagi mereka bertiga,” terangnya

Apalagi kedatangan pimpinan OSS dan VDNI dilakukan setelah mereka gagal menunjukkan alas hak mereka di pemeriksaan persidangan.

“Sangat disayangkan, ya kita tunggu saja keputusan majelis hakim. Sesuai arahan Ketua Umum DPP KNPI, kami telah laporkan ke Komisi Yudisial dan segera ke Badan Pengawas Mahkamah Agung. Hanya Tuhan dan Majelis Hakim yang terhormat yang mengetahui alasan penundaan putusan hingga 2 minggu kedepan, dan semoga keadilan akan ditegakkan seadil-adilnya,” tutup Arief.