HUKUM  

Ahli Lingkungan Sebut Penggunaan Pasal 162 UU Minerba tidak Tepat Kepada Dua Warga Torobulu

Sultrapedia.com – Kuasa hukum 2 Warga Torobulu, Kabapaten Konawe Selatan (Konsel) yang memperjuangkan lingkungan hidup, menghadirkan Prof. Dr. Andri Gunawan Wibisana, sebagai Ahli hukum lingkungan.

Dalam keterangannya, Dr. Andri Gunawan Wibisana menyatakan bahwa penerapan Pasal 162 Undang-undang Minerba dalam kasus tersebut tidaklah tepat.

Hal itu disampaikan Dr. Andri Gunawan Wibisana melalui Zoom Meeting di Pengadilan Negeri Andoolo pada Rabu (7/8/2024).

Dia menjelaskan bahwa warga berhak untuk mempertanyakan informasi AMDAL dari perusahaan.

“Mempertanyakan atau meminta AMDAL dari suatu perusahaan merupakan bagian dari Hak Prosedural dalam hal ini Hak atas Informasi dan itu dilindungi oleh undang-undang,” ujar Prof Andri.

Lebih lanjut, pasal pidana yang didakwakan kepada dua orang Warga tentu penting untuk dilihat konteks lebih jauh yang menjadi latar belakang peristiwa bentrok.

Peristiwa ini direspon oleh Ahli, yang menilai penerapan pasal tersebut itu lepas dari latar belakang bagaimana upaya Warga menemukan informasi aktivitas perusahaan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN).

Lebih spesifik, dalam persidangan tim hukum juga menanyakan terkait penerapan pasal 162 Undang-undang Minerba yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dua Warga Torobulu.

Mengingat terdapat Pasal 66 dalam Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Sebelum kita menyimpulkan bahwa terjadi benturan antar dua pasal tersebut, maka harus dilihat terlebih dahulu, apakah Pasal 162 UU Minerba itu dapat digunakan atau tidak,” jawab Prof Andri

BACA JUGA :  Diduga Mengidap Ganguan Jiwa, Seorang Pria di Buton Tengah Tewas Gantung Diri

“Menurut Putusan MK Nomor 32/PUU-VIII/2010 tahun 2012 tidak cukup hanya melihat IUPnya tetapi harus dilihat pula proses penentuan Wilayah Pertambangan (WP) dan putusan MK tersebut menentukan 4 kriteria proses WP salah satunya wajib menyertakan pendapat masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka Pasal 162 tidak dapat digunakan,” tambah Prof Andri.

Dalam konteks peristiwa, tindakan yang dilakukan oleh Haslilin berupa mengetuk pintu excavator dan teriakannya meminta agar excavator berhenti.

Sementara itu, Andi Firmansyah yang membuangkan segumpal tanah ke bagian bucket excavator serta lambaian tangan dengan teriakan “mundur” pada tanggal 06 November 2023 lalu, yang dinilai oleh JPU merupakan tindakan menghalangi atau merintangi aktivitas penambangan PT WIN.

“Seandainya Pasal 162 UU Minerba tetap mau dihidupkan dan dalam persidangan, terungkap fakta hukum bahwa Terdakwa merupakan orang yang sedang memperjuangkan Hak atas lingkungan hidup,” jelas Prof Andri.

Lebih lanjut, keterangan Ahli dalam melihat peristiwa pada tanggal 6 November 2023.

“Berdasarkan asas subsidiaritas dan proporsionalitas yang telah diatur melalui PERMA No. 1 Tahun 2023, maka yang harus di diberlakukan adalah Pasal 66 UU PPLH dan putusan hakim seharusnya lepas. Ketika terjadi keragu-raguan bagi APH, maka berlaku asas “in dubio pro natura”, kalau ragu maka pilihlah pasal yang menguntungkan lingkungan hidup,” lanjut ahli, Prof Andri dalam keterangannya.

BACA JUGA :  Penambangan PT WIN Di Pemukiman Warga Torobulu, WALHI : Pemerintah Seakan Tutup Mata 

Kilas balik peristiwa, dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan di balai Desa Torobulu yang tercatat sejak bulan September 2023 lalu, Warga telah meminta PT WIN agar memperlihatkan AMDAL ke Warga, namun pihak PT WIN tidak pernah menunjukan AMDALnya kepada warga.

Pertemuan dan segala upaya mulai dari aksi demonstrasi sampai pada pelaporan dugaan kejahatan lingkungan di Kejaksaan Tinggi tidak membuahkan hasil apapun bagi Warga Desa Torobulu. Sementara itu, PT WIN hingga saat ini masih tetap melakukan aktivitas penambangan di Desa Torobulu.

Sebelum sidang dimulai, Warga dan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Lingkungan dan HAM (Apel-HAM) ikut mengawal persidangan dengan melakukan aksi di depan pintu masuk Pengadilan.

Aksi dilakukan dengan membawa miniatur tongkang berisi lumpur yang diambil dari pesisir pantai sekitar area tambang yang dilakukan PT WIN.

“Sekarang ini serong (alat tangkap ikan/udang/cumi) sudah tidak berfungsi lagi. Yang dulunya kami bisa cari ikan, kerang, udang di pinggir-pinggir pantai, sekarang sudah tidak bisa. Karena, jadi lumpur semua” tegasnya.

“Kami meminta Kepada hakim agar tidak Mengaburkan fakta bahwa di Torobulu telah terjadi Kerusakan Lingkungan yang terus menerus, setelah adanya aktivitas tambang,” tutur Ayu salah satu Warga Torobulu, dalam orasinya.

Sidang kembali akan digelar pada hari Senin, tanggal 12 Agustus 2024 dengan agenda pemeriksaan Ahli dari pihak Terdakwa.