Sultrapedia.com – Ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) gelar aksi teatrikal dan pembacaan puisi untuk Supryani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Senin (28/10/2024).
Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas yang telah di tempuh oleh seorang guru honorer di Baito Supryani. Bagaimana tidak kasus guru honorer Supriyani dituduh memukul murid yang juga anak polisi di SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara.
Kasusnya pun menjadi viral karena kasus Supriyani kini sudah masuk persidangan dan ia pun sempat ditahan polisi.
“Tadi kita mengadakan aksi teatrikal dan pembacaan puisi. Untuk teatrikal sendiri menunjukan dari pada pelaksanaan kegiatan yang mulai dari BAP sampai masuk di Kejaksaan. Kemudian puisi yang dimana kita menyaksiakan guru-guru membacakan puisi, perjuangan dan membakar semangat,” ujar Imam Firman perwakilan PGRI kepada media ini.
Dijelaskannya, bahwa ini bagian bentuk gambran bagaimana perjuangan seorang guru yang sangat berat tetapi harus menghadapkan dengan ketakutan ancaman dan kriminalisasi.
“Inilah yang menjadi semangat teman-teman yang membuat semakin berkobar betul-betul perjuangkan agar tak ada Supriyani-Supriyani yang berikutnya,” ungkapnya.
Semoga dengan aksi ini, Supriyani menjadi kuat dalam menjalankan sidang kedua ini. Selain itu pihaknya berharap Supriyani segera mendapatkan keadilan.
“Harapan kami ibu Supriyani segera dibebaskan. Karena kami yakin dengan bukti-bukti yang ada bahwa Supriyani tidak bersalah,” tutupnya
Adapun isi aksi teatrikal yang dilakukan Ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagain berikut :
Kepala Sekolah: “Saya tahu, Ibu sudah melakukan yang terbaik. Tapi saya ingin mengingatkan, beberapa orang tua sudah mulai tidak sabar. Mereka bilang cara mendidik Ibu terlalu keras.”
Bu Ani: (Terkejut dan khawatir) “Terlalu keras? Saya hanya berusaha mendisiplinkan mereka, Pak. Mereka mash kecil, kalau tidak diarahkan dari sekarang, bagaimana mereka nanti?”
Kepala Sekolah: “Saya paham, Bu Ani. Tapi sekarang ini kita harus hati-hati. Sudah ada beberapa laporan yang masuk, dan saya khawatir nanti mereka melibatkan polisi.”
Bu Ani: (Wajahnya semakin cemas) “Saya tidak ingin sampai ada masalah dengan hukum, Pak. Saya hanya ingin mereka belajar disiplin.”
Scene 3: Konflik dengan Orang Tua dan Polisi
Narator: (Keesokan harinya, orang tua Rani datang dengan marah ke sekolah, menemui Bu Ani.)
Orang Tua Rani: (Dengan nada tinggi) “Bu Ani! Saya dengar anak saya dihukum berdiri di depan kelas? Saya tidak terima! Anak saya mash kecil, kenapa harus dihukum seperti itu?”
Bu Ani: (Tenang, tapi gugup) “Bu, saya hanya meminta Rani untuk berdiri sebentar karena dia terus memukul meja dan mengganggu teman-temannya. Saya tidak bermaksud menghukumnya dengan keras.”
Orang Tua Rani: “Dia mash kecil! Tidak seharusnya diberi hukuman seperti itu. Saya akan melaporkan ini ke polisi!”
Scene 4: Bu Ani di periksa dan di masukkan ke Sel
Narator: (Polisi datang ke sekolah setelah menerima laporan lalu menyidik dan menangkap Bu
ANI dan membawanya ketemu jaksa dan menjebloskan Bu Ani ke penjara.)
Polisi: “Kami mendapatkan laporan tentang perlakuan terhadap anak di sekolah ini. Apa yang terjadi, Bu?”
Bu Ani: (Dengan gugup) “Pak, saya hanya berusaha mendisiplinkan mereka. Saya tidak bermaksud menyakiti atau memperlakukan mereka dengan kasar.”
Polisi: Tapi ini ada bukti dan saksi, anak Bu rani sampai luka parah I, Kami akan bawa ibu ke kejaksaan.
Bu Ani: (Dengan suara gemetar) “jangan Pak saya tidak pernah melakukan itu…
Polisi: ayo kita ke kejaksaan
Jaksa: berkas sudah lengkap Ibu harus ditahan sekarang
Bu Ani: menagis dan berontak
Narrator: Pesan Moral:
Melalui kisah Bu Ani, kita melihat bagaimana sulitnya menjadi seorang guru yang penuh tanggung jawab, terutama ketika menghadapi siswa yang sulit diatur, dengan ancaman laporan dari orang tua dan hukum. Namun, seorang guru tetap harus berpegang teguh pada misinya: mendidik generasi masa depan dengan cinta dan dedikasi, meski banyak rintangan yang dihadapi.
Semua Peserta Aksi Diajak untuk menyanyikan lagu Hymne Guru.
Puisi : Supriyani, Guru Mulya yang Malang
Karya: Imam Firmanto
Supriyani, engkau mengabdi di ujung sepi, Enam belas tahun melintasi hari, Mengajar, mendidik, dalam damai hati, Meski yang kau temui sering kali tak dimengerti.
Anak-anak berlarian, menangis dan keras kepala,
Namun engkau tersenyum, meski terkadang juga terluka, Karena bagimu, tugas itu sakral dan suci,
Membentuk masa depan bangsa, meski tak kenal imbalan pasti.
Sebagai guru honorer, hidupmu dalam batas sederhana, Tapi kau beri segalanya, tanpa hitung laba, Namun tiba-tiba dunia tak lagi berpihak,
Orang tua siswa, dengan kekuasaan sebagai senjata tajam dan galak.
Satu teguran keil kau berikan dengan tulus, Tapi dianggap salah, seolah kau melanggar garis lurus, Laporan pun datang, mengaburkan niat suci,
Dan engkau dikriminalisasi, Supriyani yang tak berniat menyakiti.
Enam hari kau di sana, di dalam jeruji sunyi, Kehormatanmu tergilas, tapi semangatmu tak mati, Supriyani, engkau bukti pengabdian sejati, Meski terinjak, engkau tetap harus berdiri.
Guru bukanlah musuh, bukan ancaman,
Mereka penjaga mimpi dan harapan, Supriyani, namamu bergaung di hati kami, Kau adalah simbol dari cinta yang tak terganti.
Biarlah keadilan nanti menemukan jalan,
Untuk mereka yang tak paham, tak pernah merasakan, Pengorbanan seorang guru yang setia dan tak jemu, Demi masa depan anak-anak, demi bangsa yang takkan layu.