Sultrapedia.com – Lembaga Ikatan Mahasiswa Lintas Kampus (IMALAK) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi unjuk rasa di depan Polda Sultra dan Gedung DPRD Provinsi Sultra, pada Rabu (30/4/2025).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan penghapusan kuota Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) untuk SMA Negeri 1 Raha di tiga fakultas Universitas Halu Oleo (UHO).
Sebelumnya, pada Selasa (29/4/2025), IMALAK Sultra telah melaporkan Rektor UHO ke Polda Sultra atas dugaan penyalahgunaan wewenang terkait penghapusan kuota tersebut.
Sementara itu, Jendral lapangan, Rian Lakilaponto, mengungkapkan bahwa dalam aksi tersebut sempat terjadi sedikit gesekan antara massa aksi dan aparat keamanan.
Meski begitu, ia menyampaikan apresiasinya kepada pihak Polda Sultra dan DPRD Provinsi Sultra yang telah merespons tuntutan mereka.
“Memang sempat ada gesekan kecil dengan pihak Polda dan DPRD provinsi sultra, tapi kami berterima kasih karena mereka telah menanggapi tuntutan kami,” ujarnya pada Rabu (30/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa DPRD Provinsi Sultra berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Polda Sultra pada Jumat mendatang untuk menindaklanjuti persoalan ini.
“DPRD akan mengadakan RDP pada hari Jumat bersama Polda Sultra untuk membahas dugaan pelanggaran ini,” tambahnya.
Menurutnya, dugaan penghapusan kuota ini berawal dari konflik kepentingan, di mana salah satu calon mahasiswa yang tidak lolos seleksi diduga mempengaruhi keputusan pimpinan universitas untuk menolak siswa-siswi dari SMAN 1 Raha di tiga fakultas, yakni Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
“Infonya, ada calon mahasiswa yang tidak lulus SNBP, dan setelah itu, kuota siswa dari SMAN 1 Raha ke tiga fakultas itu justru dihapus secara sepihak oleh pimpinan UHO,” tegasnya.
IMALAK Sultra menuntut agar Polda Sultra segera memanggil dan memeriksa pimpinan UHO yang diduga melakukan tindakan sepihak tersebut.
“Kami menuntut agar pihak yang bertanggung jawab dipanggil dan diperiksa. Ini tindakan yang tidak adil dan mencederai prinsip keadilan,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan regulasi pendidikan, khususnya yang tertuang dalam UU Nomor 48 Tahun 2022.
“Ini mencederai UU Nomor 48 Tahun 2022 yang menjamin hak atas pendidikan,” pungkasnya.