Sultrapedia.com – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) menindaklanjuti terkait permasalahan sengketa lahan di desa Rambu-Rambu Jaya.
Bertempat di Balai desa rambu-rambu jaya ini turut dihadiri Sekda Konsel Hj. St. Chadidjah, Wakil Ketua I DPRD Konsel, Kepala Kantor ATR/BPN Konsel, perwakilan KPKNL Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pihak TNI AU.
Kepala Desa Rambu-Rambu Jaya, Rusmin Suaib, menyambut baik pelaksanaan RDP sebagai kelanjutan dari aspirasi masyarakat yang menuntut kejelasan status lahan mereka yang diklaim sebagai aset TNI AU.
“Pertemuan ini memberi sisi positif. Kami memaparkan keluhan masyarakat, terutama harapan akan kepastian hukum atas tanah yang sudah ditempati hampir 50 tahun sejak 1976,” Ucapnya pada Selasa (22/4/2025).
Lebih lanjut, ia mengatakan sekitar 47 KK yang tinggal di Dusun 3 menjadi prioritas dalam perjuangan ini karena mereka belum memiliki sertifikat atas tanah transmigrasi lokal yang mereka tempati.
“Ini juga menyangkut solidaritas masyarakat di Dusun 1 dan 2 yang belum mengajukan sertifikat karena merasa senasib dengan warga Dusun 3,” tambahnya.
Ditempat yang sama Warga Rambu-Rambu Jaya, Andi, menyoroti kejanggalan klaim aset oleh TNI AU.
Menurutnya, sertifikat atas tanah di wilayah transmigrasi telah terbit pada 1978, sementara TNI AU baru mengakui wilayah tersebut sebagai aset negara pada 1979.
“Ini aneh, karena menurut aturan, barang milik negara tidak boleh diterbitkan sertifikat. Tapi sertifikat di lokasi Translog sudah terbit lebih dulu,” ungkapnya.
Ia juga menekankan langkah selanjutnya adalah berkoordinasi lebih lanjut dengan Pemda dan berharap adanya pertemuan lanjutan bersama Pemprov Sultra untuk membahas legalitas lahan seluas 110 hektare tersebut.
Sementara itu, Perwakilan KPKNL Provinsi Sultra, Mawar, menilai pertemuan berjalan kondusif dan membuka peluang penyelesaian.
“Kami harap ada tindak lanjut dan solusi terbaik, dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan TNI AU, Risal, menegaskan bahwa wilayah tersebut masih masuk dalam aset negara, sehingga diperlukan proses administratif sesuai ketentuan hukum untuk menyelesaikan persoalan.
“TNI AU hanya menjaga aset yang dilimpahkan oleh negara. Kami tidak menolak aspirasi masyarakat, namun proses harus sesuai aturan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Sekda Konsel Hj. St. Chadidjah menyatakan, RDP ini merupakan langkah awal untuk mencari solusi hukum terkait permohonan program PTSL yang terkendala karena status lahan berada dalam area Translog yang diakui sebagai aset TNI AU.
“Pemerintah berpihak pada masyarakat. Namun karena secara legal wilayah itu tercatat sebagai aset TNI AU, maka solusinya harus ditemukan agar masyarakat dapat kepastian hukum,” tutupnya.