Sultrapedia.com – Puluhan mahasiswa bersama petani dari Desa Ameroro, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, menggelar aksi demonstrasi di kantor perwakilan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari, Selasa (8/4/2025).
Aksi ini dipicu oleh krisis air irigasi yang menyebabkan 143 hektare sawah di wilayah mereka gagal ditanami.
Ironisnya, permasalahan tersebut terjadi setahun setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Ameroro, yang semestinya menjadi solusi utama pendistribusian air bagi lahan pertanian warga.
Alih-alih menjadi berkah pembangunan, bendungan itu justru diikuti oleh kemunculan bangunan alat ukur air yang dinilai merugikan petani.
Salah satu orator aksi, Irsan Pagala, mengecam keberadaan alat ukur yang dibangun oleh pihak BWS. Ia menyebut bangunan tersebut tidak memberikan manfaat, bahkan justru menyumbang pada kegagalan tanam di Ameroro.
“Dulu sebelum ada bangunan alat ukur ini, petani tidak pernah kekurangan air. Sekarang, sawah kering kerontang. Bangunan ini hanya menghabiskan anggaran tanpa hasil,” tegas Irsan.
Ia menilai pembangunan tersebut bertolak belakang dengan visi pemerintah pusat dalam mewujudkan ketahanan dan swasembada pangan nasional.
“Presiden Prabowo punya program besar untuk ketahanan pangan. Tapi bagaimana bisa tercapai kalau petani malah tidak bisa bertani? Masyarakat butuh air, bukan bangunan yang menyumbat aliran,” tambahnya.
Senada, Hasmadan Saputra juga mendesak BWS bertanggung jawab atas kerugian yang diderita petani. Ia bahkan mengultimatum agar bangunan tersebut segera dibongkar.
“Kalau tidak dibongkar, jangan salahkan kalau petani turun langsung bertindak,” tegasnya.
Hasmadan juga berencana membawa masalah ini ke tingkat legislatif, mulai dari DPRD Konawe hingga DPR RI. Menurutnya, pembangunan alat ukur tanpa asas manfaat ini merupakan bentuk penindasan terhadap petani kecil.
Sementara itu, Randi Pramansah, salah satu warga Ameroro, menyoroti kurangnya sosialisasi sebelum pembangunan alat ukur dilakukan.
“Tidak ada sosialisasi. Kami para petani justru merasa dirugikan. Apalagi muncul tudingan tak berdasar dari pihak BWS soal pencurian air. Kami butuh klarifikasi dan permintaan maaf terbuka,” tegas Randi.
Menanggapi protes tersebut, Kasatker Irigasi PJPA BWS IV, Agus, menyatakan bahwa bangunan pengukur air tidak mengurangi debit air ke sawah.
Namun penjelasan ini dinilai tidak memuaskan para demonstran, yang kemudian membubarkan diri dan melanjutkan aksi mereka ke Kantor DPRD Konawe.