Sultrapedia.com – Perhimpunan Aktivis Nusantara (Perantara) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di Jakarta.
Mereka mendesak PT SCM untuk berhenti beraktivitas melakukan penambangan di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pasalnya mereka menilai hadirnya PT SCM membuat sejumlah wilayah di Konut sering kebanjiran.
Koordinator Lapangan, Muhammad Rahim, menyampaikan bahwa pihaknya menduga kuat aktivitas pertambangan yang dilakukan PT SCM menjadi penyebab utama terjadinya banjir di jalur Trans Sulawesi, khususnya di wilayah Desa Sambandete, Kabupaten Konawe Utara.
Akibat banjir yang berulang, jalan provinsi kerap tertutup, memaksa warga menggunakan perahu kecil dengan biaya tinggi, yakni berkisar antara Rp500.000 hingga Rp800.000 sekali menyeberang.
“Kondisi ini dinilai sangat merugikan masyarakat yang bergantung pada jalur tersebut untuk mobilitas dan distribusi barang,” ujarnya
Perantara menilai bahwa operasi tambang PT SCM telah merusak tata kelola air dan ekosistem hulu Sungai Lalindu, yang berdampak pada meningkatnya risiko banjir bandang di wilayah hilir.
Aktivitas penimbunan rawa-rawa dan pembukaan kawasan hutan di wilayah tambang semakin memperburuk dampak lingkungan yang dirasakan masyarakat.
Diketahui, PT Sulawesi Cahaya Mineral mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas konsesi mencapai 21.100 hektar.
Pembukaan kawasan hutan di Kecamatan Routa juga diduga mengancam keberadaan habitat satwa liar endemik, seperti anoa, serta menimbulkan indikasi perambahan hutan secara ilegal.
Muhammad Rahim juga menyoroti lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah daerah, yang dinilai membiarkan PT SCM beroperasi secara eksklusif dan tertutup, tanpa memperhatikan dampak lingkungan maupun sosial.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga aparat dan kementerian terkait menindak tegas PT SCM.